Berbagi Informasi Untuk Semua

06 October 2015

UKG 2015: Hati-hati dengan Grade "Tidak Layak Guru"

Beredar informasi bahwa tindak lanjut hasil Ujian Kompetensi Guru (UKG) 2015 ini tidak lagi akan sama seperti UKG tahun 2013 lalu. Seperti diketahui hasil UKG 2013 lalu secara nasional sangat rendah, yaitu rata-rata 4,25. Hanya saja hingga saat ini tidak ada tindak lanjut dari pengumuman hasil UKG secara nasional itu seperti yang digadang-gadangkan akan ada pembinaan bagi guru-guru yang nilainya rendah, tunjangan sertifikasinya distop dan lain sebagainya. Nyatanya hanya sampai di situ. Bahkan guru-guru pun tidak tahu berapa hasil UKG yang mereka peroleh. Semua senyap seperti tidak ada kejadian apa-apa.

Nah, tiba-tiba di tahun 2015 ini pemerintah rencananya akan kembali mengadakan UKG untuk seluruh guru secara nasional. Dan sama seperti UKG tahun 2013 hasilnya akan digunakan untuk pemetaan guru, target kelulusan adalah 70 dan sedikit berbeda dengan tahun 2013 akan ada pembagian grade guru-guru berdasarkan hasil yang dicapai, yaitu salah satunya akan ada 
Grade 1-3, untuk guru yang dapat grade ini dilabel "Tidak Layak Guru", yaitu mereka yang mendapat nilai kurang dari 40. 
Grade 4-7, yaitu yang nilainya antara 40-70 akan diberi pembinaan pedagogik dan profeional, 
Grade 8-10,yang dinyatakan lulus yaitu yang mendapat nilai 70 ke atas akan dijadikan sebagai tutor sebaya bagi guru-guru yang mendapat grade 4-7.

Lebih jelasnya lihat pada gambar

Nah, apa yang akan terjadi bagi mereka yang dapat label "Tidak Layak Guru" ini?

Pertama, guru-guru yang mendapat nilai rendah tersebut akan diberi pembinaan. Mereka akan dilatih secara maksimal terutama kompetensi pedagogik dan kompetensi profesionalnya. Bisa saja mereka ini dilarang dahulu untuk mengajar supaya lebih fokus mengikuti pelatihan atau pendidikan. Jika lulus mereka akan kembali diizinkan mengajar.

Kedua, bagi mereka yang sudah diberi pelatihan/ pendidikan selama kurun waktu tertentu tapi tidak juga lulus-lulus, maka bagi yang PNS akan dipindahtugaskan ke bidang yang sesuai dengan mereka. Bisa menjadi Tenaga Kependidikan seperti TU, pustakawan, laboran dan lain-lain. Bisa saja dipindahkan ke struktural untuk menjadi staf di instansi atau dinas-dinas yang membutuhkan. Seperti Dinas Pendidikan seperti UPT, Dinas Sosial, Pemda seperti desa atau kelurahan dan lain sebagainya. Sedang bagi guru yang statusnya honor keputusan atas mereka akan diserahkan ke pihak-pihak yang mengangkat mereka, seperti yayasan, sekolah swasta, pemerintahan daerah, dan sebagainya, apakah diberhentikan atau dipindahtugaskan.

Ketiga, diberi kesempatan untuk memilih pensiun dini terutama bagi PNS guru yang sudah memenuhi persyaratan.

Sebenarnya penulis setuju-setuju saja dengan program pemerintah untuk melakukan pemetaan guru dan melakukan pengklasifikasian guru seperti yang direncanakan di atas dan solusi-solusi yang ditawarkan. Hanya saja yang perlu dipertimbangkan apakah cukup dengan tes itu lalu guru langsung dihakimi: Anda layak jadi guru dan Anda tidak?

Pengalaman penulis selama belasan tahun menjadi guru, banyak sekali penulis dapati mereka (baca: guru) yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata di bidang yang digelutinya, sering kagok dalam mentransfer ilmunya ke anak didik. Bahkan di antara mereka ini ada yang karena merasa sudah pintar atau jago sering meremehkan dan menyalahkan anak-anak bila hasil nilai mereka mengecewakan. Kadang jika dihadapkan dengan anak-anak yang maaf agak lambat daya tangkapnya, mereka ini sering malas-malasan.

Tipe-tipe mereka ini cenderung lebih mengutamakan atau mengejar proyek di luar daripada profesinya sebagai pengajar/guru. Sehingga mereka sering tidak masuk mengajar, kaku dalam mendidik, dan sebagainya. Memang tidak semuanya seperti itu, tapi rata-rata memang begitulah adanya.

Lalu, ada guru yang memang kemampuannya di bawah rata-rata, apakah karena memang dari dasarnya ya mungkin lulus kuliah hanya dengan IPK rata-rata, mengampu banyak mata pelajaran karena kekurangan guru di sekolahnya sehingga tidak punya waktu lagi mendalami materi-materi atau karena faktor usia ilmunya tidak lagi update atau bahasa anak sekarang "kudet" alias kurang up date. Mereka ini kadang lebih menjiwai profesi keguruan mereka. Mereka dengan mudah dapat mengolah kemampuan siswa yang beragam. Mereka sabar dan telaten mengolah siswa yang berkemampuan rendah untuk setidak-tidaknya mampu mengalami peningkatan pemahaman.

Mereka ini jujur kepada siswanya kalau memang belum menguasai, guru-guru seperti itu akan katakan sejujurnya kepada anak-anak didik mereka dan mengajak bersama-sama mencari pemecahan persoalan dari materi yang sulit/susah dimengerti tersebut untuk dibahas kembali pada pertemuan selanjutnya. Untuk guru yang seperti ini saya salut. Mereka tidak malu bertanya kepada kawan seprofesi, mereka mengakui kelemahan mereka dan mereka mau terus belajar walau kadang sulit setengahnya mati.

Penulis pernah berinteraksi dengan guru seperti ini, beliau ini senior dan pamong penulis sewaktu praktek mengajar waktu kuliah dahulu. Beliau ini bercerita kalau beliau ini bila dihadapkan pada soal-soal tes sering lupa, bingung sendiri. Jika tidak dibantu dengan buku pegangan beliau jujur mengaku kesulitan menjawab soal-soal yang ada. Terutama untuk materi-materi sulit. Tapi, anehnya para siswa senang belajar dengan beliau dan hasil ujian nasionalnya pun memuaskan. Pernah beliau bercerita, "Saya kalo mengerjakan soal Ujian Nasional atau soal olimpiade ini sering pusing sendiri... kadang hasilnya kalah jauh dengan capaian hasil anak-anak yang saya bimbing! hehe.. tapi saya anggap saja...i tu tandanya saya berhasil mendidik mereka menjadi lebih pintar dari saya... hehee!" seloroh beliau.

Satu lagi ada yang lucu ketika sibuk-sibuk sertifikasi penulis waktu itu masih honor di sekolah beliau, penulislah yang menyusun portofolio beliau dan lulus. Setelah itu untuk sertifikasi harus melewati Ujian Komptensi Awal (UKA) dulu. Nah beliau ini bilang, "Untung zaman aku tak ada UKA, bisa tak lulus aku," candanya sambil tertawa.

Walau begitu, penulis akui penulis kadang terinspirasi dengan gaya beliau itu. Kalau mengajar persiapan beliau ini luar biasa, mulai dari media pembelajaran yang kadang beliau modif atau buat sendiri, soal-soal yang akan diberikan ke siswa sudah terlebih dahulu beliau buat pembahasannya, kata beliau ini memudahkan saya kalau menjelaskannya kembali nanti, dan lain sebagainya. Bahkan beliau ini tidak malu bertanya kalau ada materi yang beliau sulit pahami dan akan beliau catat rapi-rapi penjelasan tentang materi itu. Jarang guru yang seperti itu.

Bahkan yang ada guru, kalau sampai ke materi sulit kadang dilompati atau ditinggal begitu saja tidak diajarkan ke anak murid atau kadang dijadikan tugas semata dan dilanjutkan ke materi berikutnya, entah karena malu bertanya atau malas mencari tahu. Mengajar asal memenuhi kewajiban dan sebagainya. Nah, anggaplah kemampuan mereka sama, tapi jelas guru yang seperti ini tidak bisa disamakan dengan guru yang saya ceritakan di atas. 

Nah, Karenanya menurut penulis, penilaian seorang guru tidak bisa hanya dari hasil tes ujian semata! Penilaian subjektif pun harus dipertimbangkan, bisa saja ada guru nilainya rendah tapi caranya mengajar di kelas, pengelolaan kelasnya, pendekatannya ke anak didik, dan lain sebagainya luar biasa! Lalu ada guru yang pintar, hasil tesnya bagus tetapi cara mengajarnya tidak bagus, tidak disiplin, tidak mendidik dan lain sebagainya.
Jangan sampai kita men-judge sesorang "Tidak Layak jadi Guru" tapi ternyata dialah guru yang sebenar guru!

Pengikut

Popular Posts

Popular Pos Bulan ini

Blog Archive

Total Pageviews

Powered by Blogger.